Kata ini sudah sering aku dengar, sudah sering aku rasakan, cukup pula untuk aku simpan. Sebuah rasa yang terasa bergetar didadaku, rasa yang sangat dan benar - benar membuatku kebingungan. Siapa yang tak kenal dengan namanya, sangat familiar dan gampang untuk diingat, iya dia si " Kecewa " yang selalu membuat lelehan lilin di pelupuk mataku. Siapa yang tak tahu dia, rasa yang diberikanya begitu aneh, hingga aku enggan untuk menyebutnya.
Pernah kah kau kecewa?? walaupun jika ditanya bagaimana rasanya kita tak mampu menggambarkanya. Rasanya seperti sakit, tapi sakit yang indah dan membawa ke kehidupan kita yang nyata. Dan kali ini aku merasakanya lagi, seperti rintikan hujan yang mencoba mengajakku menari dalam iramanya.
Memang banyak yang membencinya, tapi bagiku, dia menari indah dalam dadaku, berlari kesana kesini dengan senyuman yang menghiasi cahaya senja sore ini. Iya, walaupun dia bersemayam kokoh di dadaku, toh aku masih tetap bisa tersenyum dengan bahagia tentunya karena dia ingin aku lemah dan terkalahkan. Sayangnya dia salah, aku masih kokoh dan terus tersenyum bahagia agar dia mulai geram dengan sikapku.
Aku memang membenci dia, rasa yang ada tapi sayang dia bisa berlarian sedangkan aku hanya terikat disebongkah batu nisan. Keras dan sangat keras aku mencoba untuk lepas, tapi batu kematian atas pengertian dan kesempatan tak pernah mengasihhiku. Sekeras aku mencoba dia tetaptak melepaskanku hingga panas menjalar dinadiku, nadi tepat dijantunku. Hujan sangat menyayangiku, dia membasuh tubuhku dengan belaian rintikanya.
"Buat aku seperti yang kau mau", kataku pada batu kematian. Dia hanya menatapku sinis, tanpa menjawab perkataanku. Batinku tak ingin ketinggalan dalam lakon hidup ini, dia berontak dan marah. Sayangnya dia hanya berada dalam seonggok daging sahaja. Toh kalaupun dia berontak pengertian dan kesempatan tak akan hidup kembali, jiwaku pun sudah terkosongkan karena dia "kecewa" tertawa tepat dimukaku dengan bahagia.